Mengenai Saya

Foto saya
saya adalah seorang mahasiswa yang ingin meruba dunia pendidikan lebih baik lagi

Sabtu, 23 Juli 2016

Tirtazon

Tirtazon merupakan salah perusahan air minum yang ada di banda aceh yang telah mendapat sertifikasi dari dinas pendidikan. kami menyediakan pelayan terbaik.

Rabu, 20 Juli 2016

Saling Kuatkan Ukhuwah Basyariah Dan Ukhuwah Wathaniyah


    • Saling Kuatkan Ukhuwah Basyariah Dan Ukhuwah Wathaniyah

                    Ajaran agama islam yang sebenar-benarnya hanyalah yang ada dalam Al-Quran dan As-Sunah. Dia hanya satu, tetap dan tidak perna berubah, serta merupakan satu-satunya ajaran agama yang memiliki kebenaran mutlak. Dengan akidah kita dapat mengatahui bahwa Allah itu ada dan mempercayai-nya. Dengan syariah kita dapat taat menaati peraturan-peraturan  Allah. Dan denga tasawuf dapat kita rasakan  ke dalam batin kita dan mengenal Allah serta hanya kepadanya kita persembahkan amal ibadah kita dan sebagai pengentrol jiwa dan khusyuk kepadanya.

                  Aceh saat ini adalah sebuah negeri yang sedang berusaha mewujudkan  syariat islam secara menyeluruh (kaffah). Aceh diberikan otonomi khusus dalam bidang syariat islam, syariat islam yang dilaksanakan di Aceh adalah bagian dari sitem hukum nasional. Hukum syariat yang diupayakan pelaksanaannya di Aceh bukanlah bagian terpisah dari hukum nasional, tetapi menjadi bagian integral dari hukum nasional, yang diberlakukan secara khusus, pada wilayah yang khusus pula dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otoritas hukum seperti ini adalah amanah konstitusi Republik Indonesia yang menghargai dan menghormati satuan-satuan masyarakat hukum yang memiliki kekhususan dalam karakteristik tersendiri.

                  Syariat islam yang sedang diwujudkan di Aceh dalam arti menyeluruh dan sempurna, tidak hanya dalam aspek ibadah, tapi juga muamalah, munakahah,jinayah,dusturiah,maliyah dan lain- lain. Seluruh kehidupan masyarakat Aceh harus berada di bawah naugan dan aturan-aturan syariat islam yang bersumber pada Al-Quran dan Al-Hadis.

                  Syariat islam yang diinginkan dapat mengatur seluruh sendi kehidupan, selain berisikan hukum dan aturan juga dapat menyelesaikan segalah permasalahan yang ada. Ini merupakan tanggung jawab kita semua sebagai pribadi muslim, dan mnjadi beban ganda bagi para ulama sebagai waratsatul ambiya. Ulama dengan ilmu kesalehanya sesuai dengan ajaran Allah Swt. Dalam kaitan mujakarah dan silaturrahmi ulama menjadi penting, dalam rangka melahirkan sejumlah pemikiran dan upaya demi membumikan syariat Allah di bumi Aceh Darusalam.

                  Kunci tegaknya masyarakat ada dua yaitu yang petama ulama, kedua umara (pemerintah). Antara pemerintah dan ulama harus saling bersinergi agar  syariat Islam di bumi serambi mekkah ini. Kita menyadari bahwa syariat Islam ini sangat mungkin kita wujudkan di Aceh, karena dari faktor sejarah terungkap bahwa Aceh perna mencapai kejayaan yang gemilang sekitar abat 16 dan 17 yang ketika itu kerajaan Aceh Darusalam menerapkan syariat Islam secarah kaffah. Syariat Islam adalah spirit  atau kekuatan untuk mendorong umatnya untuk maju, hidup gemilang dan penuh peradaban. Disinilah kita merasakan betapa pentingnya muzakarah dan siraturrahmi para ulama.

                  Dari siraturrahmi dan muzakarah ini diterapkan akan lahir pemetaan problem dan tantangan yang dihadapi masyarakat dan pemerintah Aceh dalam mewujudkan syariat Islam. Muzakarah ulama juga diharapkan mampu memberikan jalan yang tepat  untuk ditempuh oleh masyarakat dan pemerintah Aceh dalam mengupayakan perwujudan syariat Islam. Pemerintah aceh akan berkomitmen untuk melaksanakan sejumlah rekomendasi yang mungkin dihasilkan dalam silaturrahmi dan muzakarah ini.

                  Kita berharap muzakarah dan siraturrahmi ini akan terus memperkuat uhkwah islamiah kita, syariat Islam akan tegak,  jika ukhuwah dan kebersamaan terus kita pelihara dan kita jaga. Ukhuwah ini menjadi amat penting dalam menata kehidupan berbangsa dan bernegara. Negara akan kuat, makmur adil dan sejahtrah bila bangsa bersatu yang diikat oleh ukhuwah basyariah dan ukhuwah wathaniyah.

                  Kesempatan ini hendaknya digunakan sebaik-baiknya mengigat kegiatan ini sangat positif untuk diterapkan dalam kehidupan kita, selanjudnya diharapkan melalui kegiatan ini dapat meningkatkan keimanan, ketakwaan kita terhadap Allah Swt dan nilai-nilai ibadah terutama dalam hal mempertahankan amal ibadah, serta kita selalu dalam lindunggan Allah Swt yang maha pengasi lagi maha penyayang.

       

TEORI SASTRA PENDEKATAN STRUKTURAL



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Dalam penelitian karya sastra, analisis atau pendekatan obyektif terhadap unsur-unsur intrinsik atau struktur karya sastra merupakan tahap awal untuk meneliti karya sastra sebelum memasuki penelitian lebih lanjut (Damono, 1984:2). Pendekatan struktural merupakan pendekatan intrinsik, yakni membicarakan karya tersebut pada unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Pendekatan tersebut meneliti karya sastra sebagai karya yang otonom dan terlepas dari latar belakang sosial, sejarah, biografi pengarang dan segala hal yang ada di luar karya sastra(Satoto, 1993: 32).
 Pendekatan struktural mencoba menguraikan keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya sastra sebagai kesatuan struktural yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh(Teeuw, 1984: 135). Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan struktural adalah suatu pendekatan dalam ilmu sastra yang cara kerjanya menganalisis unsur-unsur struktur yang membangun karya sastra dari dalam, serta mencari relevansi atau keterkaiatan unsur-unsur tersebut dalam rangka mencapai kebulatan makna.
Mengenai struktur, Wellek dan Warren (1992: 56) memberi batasan bahwa struktur pengertiannya dimasukkan kedalam isi dan bentuk, sejauh keduanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan estetik. Jadi struktur karya sastra (fiksi) itu terdiri dari bentuk dan isi. Bentuk adalah cara pengarang menulis, sedangkan isi adalah gagasan yang diekspresiakan pengarang dalam tulisannya (Zeltom, 1984: 99). Menurut Jan Van Luxemburg (1986: 38) struktur yang dimaksudkan, mengandung pengertian relasi timbal balik antara bagian-bagiannya dan antara keseluruhannya.
Untuk mengetahui lebih fungsi metode ini dalam sebuah karya sastra, dalam makalah ini penulis akan memaparkan lebih lanjut tentang metode pendekatan struktural.
B.       Rumusan Masalah
Sebelum kita membahas terlebih dahulu tentang pendekatan struktural. Ada baiknya kita rumuskan pokok permasalahannya, di antaranya :
1.      Apa yang dimaksud dengan pendekatan struktural?
2.      Tujuan metode pendekatan struktural?
3.      Unsur-unsur apa saja yang termasuk ke dalam pendekatan struktural?

C.      Tujuan
Tujuan dalam membuat makalah ini diantaranya agar mengembangkan wawasan kita termasuk penulis sendiri tentang pentingnyametode pendekatan struktural ini dalam pembuatan karya sastra.






















BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Pendekatan Struktural
Pendekatan struktural merupakan pendekatan intrinsik, yakni membicarakan karya tersebut pada unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Pendekatan tersebut meneliti karya sastra sebagai karya yang otonom dan terlepas dari latar belakang sosial, sejarah, biografi pengarang dan segala hal yang ada di luar karya sastra (Satoto, 1993: 32). Pendekatan struktural mencoba menguraikan keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya sastra sebagai kesatuan struktural yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1984: 135). Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan struktural adalah suatu pendekatan dalam ilmu sastra yang cara kerjanya menganalisis unsur-unsur struktur yang membangun karya sastra dari dalam, serta mencari relevansi atau keterkaitan unsur-unsur tersebut dalam rangka mencapai kebulatan makna.
Pendekatan struktural juga merupakan pendekatan yang memandang dan memahami karya sastra dari segi struktur itu sendiri. Pendekatan ini memahami karya sastra secara close reading (membaca karya sastra secara tertutup tanpa melihat pengarangnya, realitas, dan pembaca).
Kelemahan metode strukturalisme adalah keyakinannya yang terlalu berlebihan terhadap otonomi karya sastra. Akibatnya, terabaikanlah dua hal pokok yang penting dipertimbangkan dalam rangka mencari dan menemukan makna karya sastra, yakni kerangka sejarah dan kerangka sosial budaya yang mengitari karya sastra tersebut. Secara lebih rinci kelemahan itu adalah:
a.         Strukturalisme murni belum mengungkapkan teori sastra yang tepat dan lengkap.
b.        Menelaah karya sastra secara terpisah, padahal karya sastra harus diteliti dan dipahami dalam rangka sistem sastra dengan latar belakang sejarah.
c.         Terlalu meyakini bahwa karya sastra mempunyai struktur yang objektif.
d.        Telaah strukturalisme yang hanya menekankan otonomi karya sastra akan menghilangkan fungsi referensialnya, sehingga karya sastra dimenaragadingkan dan kehilangan relevansi sosialnya.

Sedangkan keuntungan metode strukturalis-me yang memegang teguh kelengkapan, keterjalinan struktur dan otonomi karya sastra, serta metode telaah sastra yang disukai ini adalah sebagai berikut:
a.         Penelaah atau apresiator tidak perlu memiliki latar belakang budaya, sejarah, psikologi, sosiologi, filsafat dan sebagainya yang cukup luas untuk membaca karya sastra.
b.        Pembaca dapat menggali struktur karya sastra sedalam-dalamnya sampai pada keterjalinannya yang paling rumit sekalipun.
c.         Pembeca dapat menelaah karya sastra secara objektif karena hanya menelaah struktur karya sastra.

B.       Tujuan Pendekatan Struktural
Pendekatan struktural bertujuan membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetil, dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1984).

C.      Unsur-unsur Intrinsik Dalam Pendekatan Struktural
Struktur karya sastra (fiksi) terdiri atas unsur unsur alur, tokoh, tema, latar dan amanat sebagai unsur yang paling menunjang dan paling dominan dalam membangun karya sastra (fiksi) (Sumardjo, 1991:54).
1)      Alur (plot)
Dalam sebuah karya sastra (fiksi) berbagai peristiwa disajikan dalam urutan tertentu (Sudjiman, 1992: 19). Peristiwa yang diurutkan dalam menbangun cerita itu disebut dengan alur (plot). Plot merupakan unsur fiksi yang paling penting karena kejelasan plot merupakan kejelasan tentang keterkaitan antara peristiwa yang dikisahkan secara linier dan kronologis akan mempermudah pemahaman kita terhadap cerita yang ditampilkan. Atar Semi(1993: 43) mengatakan bahwa alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai interrelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dlam keseluruhan karya fiksi.
Lebih lanjut Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2000: 113) mengemukakan bahwa alur atau plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan peristiwa yang lain. Dalam merumuskan jalan cerita, pembaca dapat membuat atau menafsirkan alur cerita melalui rangkaiannya. Luxemburg memberikan kebebasan penuh dalam menafsirkan atau membangun pemahaman dari jalannya cerita.
Alur bisa dilihat sebagai konstruksi yang dibuat oleh pembaca mengenai sebuah deretan peristiwa atau kejadian yang saling berkaitan secara logis dan kronologis, serta deretan peristiwa itu diakibatkan dan dialami oleh para tokoh (1986: 112). Karena alur berusaha menguraikan jalannya cerita mulai awal sampai akhir cerita.
Masih mengenai alur (plot), secara estern Mursal (1990: 26) merumuskan bahwa alur bisa bermacam-macam, seperti berikut ini:
Ø  Alur maju (konvensional Progresif ) adalah teknik pengaluran dimana jalan peristriwa dimulai dari melukiskan keadaan hingga penyelesaian.
Ø  Alur mundur (Flash back, sorot balik, regresif), adalah teknik pengaluran dan menetapkan peristiwa dimulai dari penyelesaian kemudian ke titik puncak sampai melukiskan keeadaan.
Ø  Alur tarik balik (back tracking), yaitu teknik pengaluran di mana jalan cerita peristiwanya tetap maju, hanya pada tahap-tahap tertentu peristiwa ditarik ke belakang (1990: 26). Melalui pengaluran tersebut diharapkan pembaca dapat mengetahui urutan-urutan atau kronologis suatu kejadian dalam cerita, sehingga bisa dimengerti maksud cerita secara tepat.

2)      Tokoh
Dalam pembicaraan sebuah fiksi ada istilah tokoh, penokohan, dan perwatakan. Kehadiran tokoh dalam cerita fiksi merupakan unsur yang sangat penting bahkan menentukan. Hal ini karena tidak mungkin ada cerita tanpa kehadiran tokoh yang diceritakan dan tanpa adanya gerak tokoh yang akhirnya menbentuk alur cerita. Rangkaian alur cerita merupakan hubungan yang logis yang terkait oleh waktu. Pendefinisian istilah tokoh, penokohan dan perwatakan banyak diberikan oleh para ahli, berikut ini beberapa definisi tersebut:
Ø  Tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita (Nurgiyantoro, 2000: 165)
Penokohan adalah bagaimana pengarang menampilkana tokoh-tokoh dalam ceritanya dan bagaimana tokoh-tokoh tersebut, ini berarti ada dua hal penting, yang pertama berhubungan dengan teknik penyampaian.
Ø  Tokoh berhubungan dengan watak atau kepribadian tokot-tokoh tersebut (Suroto, 1989: 92-93). Watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas peribadi seorang tokoh (Nurgiyantoro, 2000: 165). Penokohan atau karakter atau disebut juga perwatakan merupakan cara penggambaran tentang tokoh melalui perilaku dan pencitraan. Panuti Sudjiman mencerikan definisi penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh (1992: 23).
Ø  Hasim dalam (Fanani, 1997: 5) bahwa penokohan adalah cara pengarang untuk menampilkan watak para tokoh di dalam sebuah cerita karena tanpa adanya tokoh, sebuah cerita tidak akan terbentuk.

Untuk mengenal watak tokoh dan penciptaan citra tokoh terdapat beberapa cara, yaitu:
Ø  Melalui apa yang diperbuat oleh tokoh dan tindakan-tindakannya, terutama sekali bagaimana ia bersikap dalam situasi kritis.
Ø  Melalui ucapan-ucapan yang dilontarkan tokoh.
Ø  Melalui penggambaran fisik tokoh. Penggambaran bentuk tubuh, wajah dan cara berpakaian, dari sini dapat ditarik sebuah pendiskripsian penulis tentang tokoh cerita.
Ø  Melalui jalan pikirannya, terutama untuk mengetahui alasan-alasan tindakannya.
Ø  Melalui penerangan langsung dari penulis tentyang watak tokoh ceritanya. Hal itu tentu berbeda dengan cara tidak langsung yang mengungkap watak tokoh lewat perbuatan, ucapan, atau menurut jalan pikirannya (Sumardja, 1997: 65-66).

Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh, tokoh cerita dibedakan menjadi dua yaitu tokoh utama (central character, main character)dan tokoh tambahan (pheripheral character) (Nurgiyantoro, 2000: 176-178). Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya. Tokoh ini tergolong penting. Karena ditampilkan terus menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita. Karena tokoh utama paling banyak ditampilkan ada selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat menentukan perkembangan plot secara keseluruhan.
Tokoh tambahan adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita dan itu bersifat gradasi, keutamaannya bertingkat maka perbedaan antara tokoh utama dan tambahan tidak dapat dilakukan secara pasti. Karena tokoh berkepribaduian dan berwatak, maka dia memiliki sifat-sifat karakteristik yang dapat dirumuskan dalam tiga dimensi, yaitu ;
Ø  Dimensi fisiologis, adalag ciri-ciri badan, misalnya usia (tingkat kedewasaan), jenis kelamin, keadaaan tubuh, ciri-ciri muka, dan lain sebagainya.
Ø  Dimensi sosiologis, adalah ciri kehidupan masyarakat, misalnya status sosial, pekerjaan, peranan dalan masyarakat, tingkat pendidikan, dan sebagainya.
Ø  Dimensi psikologis, adalah latar belakang kejiwaan, misalnya mentalitas, tingkat kecerdasan dan keahliannkhusus dalam bidang tertentu (satoto, 1993: 44-45).

3)      Latar (setting)
Kehadiran latar dalam sebuah cerita fiksi sangat penting. Karya fiksi sebagai sebuah dunia dalam kemungkinan adalah dunia yang dilengkapi dengan tokoh penghuni dan segala permasalahannya. Kehadiran tokoh ini mutlak memerlukan ruang dan waktu.
Latar atau setting adalah sesuiatu yang menggambarkan situasi atau keadaan dalam penceriteraan. Panuti Sudjiman mengatakan bahawa latar adalah segala keterangan, petunjut, pengacuan yang berkaiatan dengan waktu, ruang dan suasana (1992:46). Sumardjo dan Saini K.M. (1997: 76) mendefinisikan latar bukan bukan hanya menunjuk tempat, atau waktu tertentu, tetapi juga hal-hal yang hakiki dari suatu wilayah, sampai pada pemikiran rakyatnya, kegiatannya dan lain sebagianya.Latar atau setting tidak hanya menyaran pada tempat, hubungan waktu maupun juga menyaran pada lingkungan sosial yang berwujud tatacara, adat istiadat dan nilai-nilai yang berlaku di tempat yang bersangkutan.
a.       Latar tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar tempat berupa tempat-tempat yang dapat dijumpai dalam dunia nyata ataupun tempat-tempat tertentu yang tidak disebut dengan jelas tetapi pembaca harus memperkirakan sendiri. Latar tempat tanpa nama biasanya hanya berupa penyebutan jenis dan sifat umum tempat-tempat tertentu misalnya desa, sungai, jalan dan sebagainya. Dalam karya fiksi latar tempat bisa meliputi berbagai lokasi.
b.        Latar  waktu
Latar waktu menyaran pada kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan sejarah. Pengetahuan dan persepsi pembaca terhadap sejarah itu sangat diperlukan agar pembaca dapat masuk dalam suasana cerita.
c.        Latar sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalan karya fiksi. Perilaku itu dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, pandangan hidup, pola pikir dan bersikap. Penandaan latar sosial dapat dilihat dari penggunaan bahasa daerah dan penamaan terhadap diri tokoh.



4)      Tema dan Amanat
Secara etimologis kata tema berasal dari istilah meaning, yang berhubungan arti, yaitu sesuatu yang lugas, khusus, dan objektif. Sedangkan amanat berasal dari kata significance, yang berurusan dengan makna, yaitu sesuatu yang kias, umun dan subjektif, sehingga harus dilakukan penafsiran. Melalui penafsiran itulah yang memungkinkan adanya perbedaan pendapat (Juhl dalam Teeuw, 1984: 27). Baik pengertian tentang “arti” maupun “makna” keduanya memiliki fungsi yang sama sebagai penyampai gagasan atau ide kepengarangan.
Lebih jauh Sudjiman memberikan pengertian bahwa tema merupakan gagasan, ide atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra (1992:52). Mengenai adanya amanat dalam karya sastra bisa dilihat dari beberapa hal, seperti berikut ini:
“dari sebuah karya sastra adakalanya dapat diangkat suatu ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan pengarang, itulah yang disebut amanat. Jika permasalahan yang diajukan juga diberi jalan keluarnya oleh pengarang, maka jalan keluarnya itulah yang disebut amanat. Amanat yang terdapat pada sebuah karya sastra, bisa secara implisit (tersirat) ataupun secara eksplisit(terang-terangan). Implisit jika jalan keluar atau ajaran moral diisyaratkan dalam tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir. Eksplisit jika pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan seruan, saran, peringatan, nasehat, dan sebagainya. (Sudjiman, 1992: 57-58).

D.      Karakteristik Telaah Karya Sastra  Berdasarkan Pendekatan Struktural
Berdasarkan hakikat dan prinsip dasar pende-katan struktural sebagaimana yang diuraikan terda-hulu, dapat dirumuskan bahwa karakteristik pende-katan struktural dalam menelaah atau mengapresiasi karya sastra adalah sebagai berikut.
1.      Asumsi pendekatan struktural adalah bahwa karya sastra baik prosa fiksi maupun puisi atau karya drama dipkitang bersifat otonom.
2.      Bentuk telaah sederhana karena yang ditelaah hanya struktur intrinsik semata;
3.      Unsur yang ditelaah hanya terbatas pada unsur intrinsik serta keterkaitan antara satu unsur dengan unsur lainnya;
4.      Proses telaah dari struktur bagian ke struktur keseluruhan;
5.      Teknik telaah analitik, yaitu memberi makna tiap bagian struktur intrinsik kemudian baru kepada makna totalitas;
6.      Dasar pertimbangan dalam penentuan makna semata-mata dari unsur intrinsik
7.      Pangkal tolak telaah linear, dari bagian ke konsep totalitas secara otonom; dan
8.      Esensi sastra terlepas dari konteks kesemestaan.

E.       Pola Pembelajaran Apresiasi Sastra Berdasarkan Pendekatan Struktural
Pola pembelajaran apresiasi sastra, baik apre-siasi puisi maupun prosa fiksi berdasarkan pendekatan struktural menenkankan pada pola penggunaan ana-lisis. Pembelajaran dimulai dari proses pengenalan unsur karya sastra yang akan dianalisis, kemudian baru melakukan kegiatan analisis. Pada tahap analisis ini kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah meng-identifikasi unsur karya sastra yang dianalisis, meng-klasifikasikannya, dan setelah itu baru menyimpul-kannya. Untuk lebioh jelasnya tahap-tahap pelak-sanaan pembelajaran apresiasi sastra berda-sarkan pendekatan struktural berpola tersebut dapat digam-barkan sebagai berikut.

Pengenalan informasi tentang struktur intrinsik karya sastra
Pemahaman/ menganalisis informasi struktur untuk pembentukan konsep
Rangkuman dan penyimpulan hasil analisis untuk memperoleh gambaran makna

Dari gambar di atas, terlihat pola pembelajar-an yang dilaklukan pendidik yang menganut paham struktural. Pada tahap pertama, pendidik memper-kenalkan terlebih dahulu kepada peserta didiknya tentang unsur-unsur karya sastra yang akan diapresia-sinya. Hal ini dapat dilakukan dengan metode cera-mah, diskusi kelompok, tanya jawab dan lain-lain. Setelah berlangsung proses diskusi dan tanya jawab barulah pendidik masuk pada tahap kedua. Pada tahap kedua ini pendidik memberikan sebuah karya sastra yang akan diapresiasi peserta didik, sesuai dengan unsur intrinsik yang diperkenalkan pada tahap satu. Terakhir (pada tahap ketiga) pendidik bersama-sama peserta didik menyimpulkan hasil analisisnya untuk memperoleh gambaran  umum makna tentang karya sastra yang dianalisis tersebut.
Dengan berpedoman pada pola pembelajaran yang demikian, di satu pihak pembelajaran yang se-perti itu menguntungkan karena peserta didik dapat berpikir secara kritis, analitis, dan berpola, tetapi di pihak lain bentuk pembelajaran yang demikian tidak mengakrabkan peserta didik dengan karya sastra. Hal ini disebabkan karena:
a.       Pembelajaran terlalu ana-lisis,
b.      Pembelajaran yang demikian mengabaikan  aspek individu peserta didik sebagai manusia pemberi makna karya sastra,
c.       Pembelajaran dimulai dengan pengetahuan hafalan.
d.      Dalam melakukan kegiat-an analisis tidak melibatkan variabel-variabel ekstrin-sik karya sastra.
















BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Dari pembahasan makalah ini maka dapat disimpulkan bahwa pengertian dari pendekatan struktural adalah pendekatan intrinsik, yakni membicarakan karya tersebut pada unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Pendekatan tersebut meneliti karya sastra sebagai karya yang otonom dan terlepas dari latar belakang sosial, sejarah, biografi pengarang dan segala hal yang ada di luar karya sastra(Satoto, 1993: 32).
Tujuan dari pendekatan struktural dalam karya satra yaitu membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetil, dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1984).
Unsur-unsur Intrinsik dalam pendekatan struktural ada 4 yaitu : alur (plot), tema dan amanat, latar (tempat, waktu, dan sosial), dan tokoh.











DAFTAR PUSTAKA
Esten, Mursal. 1990. Kesusastraan: Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: Angkasa.
Hardjana, Andre. 1991. Kritik Sastra Indonesia. Bandung: Angkasa.
Sudjiman, Panuti. 1996. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
Sumardjo, Jakop dan Saini K.M. 1997. Apresiasi Kesusasteraan. Jakarta: Gramedia.
Teeuw, A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Gramedia.
Darma, Budi. 2004. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Mahasiswa PBSID STKIP BBG Mengikuti RAKERNAS HIMABSII ke 5 di Bali

Mahasiswa PBSID STKIP BBG Mengikuti RAKERNAS HIMABSII ke 5 di Bali ...