Mengenai Saya
- Arief Blogger
- saya adalah seorang mahasiswa yang ingin meruba dunia pendidikan lebih baik lagi
Sabtu, 23 Juli 2016
Tirtazon
Tirtazon merupakan salah perusahan air minum yang ada di banda aceh yang telah mendapat sertifikasi dari dinas pendidikan. kami menyediakan pelayan terbaik.
Rabu, 20 Juli 2016
Saling Kuatkan Ukhuwah Basyariah Dan Ukhuwah Wathaniyah
- Saling Kuatkan Ukhuwah Basyariah Dan Ukhuwah Wathaniyah
Ajaran agama islam yang sebenar-benarnya hanyalah yang ada dalam Al-Quran dan As-Sunah. Dia hanya satu, tetap dan tidak perna berubah, serta merupakan satu-satunya ajaran agama yang memiliki kebenaran mutlak. Dengan akidah kita dapat mengatahui bahwa Allah itu ada dan mempercayai-nya. Dengan syariah kita dapat taat menaati peraturan-peraturan Allah. Dan denga tasawuf dapat kita rasakan ke dalam batin kita dan mengenal Allah serta hanya kepadanya kita persembahkan amal ibadah kita dan sebagai pengentrol jiwa dan khusyuk kepadanya.
Aceh saat ini adalah sebuah negeri yang sedang berusaha mewujudkan syariat islam secara menyeluruh (kaffah). Aceh diberikan otonomi khusus dalam bidang syariat islam, syariat islam yang dilaksanakan di Aceh adalah bagian dari sitem hukum nasional. Hukum syariat yang diupayakan pelaksanaannya di Aceh bukanlah bagian terpisah dari hukum nasional, tetapi menjadi bagian integral dari hukum nasional, yang diberlakukan secara khusus, pada wilayah yang khusus pula dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otoritas hukum seperti ini adalah amanah konstitusi Republik Indonesia yang menghargai dan menghormati satuan-satuan masyarakat hukum yang memiliki kekhususan dalam karakteristik tersendiri.
Syariat islam yang sedang diwujudkan di Aceh dalam arti menyeluruh dan sempurna, tidak hanya dalam aspek ibadah, tapi juga muamalah, munakahah,jinayah,dusturiah,maliyah dan lain- lain. Seluruh kehidupan masyarakat Aceh harus berada di bawah naugan dan aturan-aturan syariat islam yang bersumber pada Al-Quran dan Al-Hadis.
Syariat islam yang diinginkan dapat mengatur seluruh sendi kehidupan, selain berisikan hukum dan aturan juga dapat menyelesaikan segalah permasalahan yang ada. Ini merupakan tanggung jawab kita semua sebagai pribadi muslim, dan mnjadi beban ganda bagi para ulama sebagai waratsatul ambiya. Ulama dengan ilmu kesalehanya sesuai dengan ajaran Allah Swt. Dalam kaitan mujakarah dan silaturrahmi ulama menjadi penting, dalam rangka melahirkan sejumlah pemikiran dan upaya demi membumikan syariat Allah di bumi Aceh Darusalam.
Kunci tegaknya masyarakat ada dua yaitu yang petama ulama, kedua umara (pemerintah). Antara pemerintah dan ulama harus saling bersinergi agar syariat Islam di bumi serambi mekkah ini. Kita menyadari bahwa syariat Islam ini sangat mungkin kita wujudkan di Aceh, karena dari faktor sejarah terungkap bahwa Aceh perna mencapai kejayaan yang gemilang sekitar abat 16 dan 17 yang ketika itu kerajaan Aceh Darusalam menerapkan syariat Islam secarah kaffah. Syariat Islam adalah spirit atau kekuatan untuk mendorong umatnya untuk maju, hidup gemilang dan penuh peradaban. Disinilah kita merasakan betapa pentingnya muzakarah dan siraturrahmi para ulama.
Dari siraturrahmi dan muzakarah ini diterapkan akan lahir pemetaan problem dan tantangan yang dihadapi masyarakat dan pemerintah Aceh dalam mewujudkan syariat Islam. Muzakarah ulama juga diharapkan mampu memberikan jalan yang tepat untuk ditempuh oleh masyarakat dan pemerintah Aceh dalam mengupayakan perwujudan syariat Islam. Pemerintah aceh akan berkomitmen untuk melaksanakan sejumlah rekomendasi yang mungkin dihasilkan dalam silaturrahmi dan muzakarah ini.
Kita berharap muzakarah dan siraturrahmi ini akan terus memperkuat uhkwah islamiah kita, syariat Islam akan tegak, jika ukhuwah dan kebersamaan terus kita pelihara dan kita jaga. Ukhuwah ini menjadi amat penting dalam menata kehidupan berbangsa dan bernegara. Negara akan kuat, makmur adil dan sejahtrah bila bangsa bersatu yang diikat oleh ukhuwah basyariah dan ukhuwah wathaniyah.
Kesempatan ini hendaknya digunakan sebaik-baiknya mengigat kegiatan ini sangat positif untuk diterapkan dalam kehidupan kita, selanjudnya diharapkan melalui kegiatan ini dapat meningkatkan keimanan, ketakwaan kita terhadap Allah Swt dan nilai-nilai ibadah terutama dalam hal mempertahankan amal ibadah, serta kita selalu dalam lindunggan Allah Swt yang maha pengasi lagi maha penyayang.
TEORI SASTRA PENDEKATAN STRUKTURAL
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam penelitian
karya sastra, analisis atau pendekatan obyektif terhadap unsur-unsur intrinsik
atau struktur karya sastra merupakan tahap awal untuk meneliti karya sastra
sebelum memasuki penelitian lebih lanjut (Damono, 1984:2). Pendekatan
struktural merupakan pendekatan intrinsik, yakni membicarakan karya tersebut
pada unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Pendekatan tersebut
meneliti karya sastra sebagai karya yang otonom dan terlepas dari latar
belakang sosial, sejarah, biografi pengarang dan segala hal yang ada di luar
karya sastra(Satoto, 1993: 32).
Pendekatan
struktural mencoba menguraikan keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya
sastra sebagai kesatuan struktural yang bersama-sama menghasilkan makna
menyeluruh(Teeuw, 1984: 135). Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan
struktural adalah suatu pendekatan dalam ilmu sastra yang cara kerjanya
menganalisis unsur-unsur struktur yang membangun karya sastra dari dalam, serta
mencari relevansi atau keterkaiatan unsur-unsur tersebut dalam rangka mencapai
kebulatan makna.
Mengenai struktur,
Wellek dan Warren (1992: 56) memberi batasan bahwa struktur pengertiannya
dimasukkan kedalam isi dan bentuk, sejauh keduanya dimaksudkan untuk mencapai
tujuan estetik. Jadi struktur karya sastra (fiksi) itu terdiri dari bentuk dan
isi. Bentuk adalah cara pengarang menulis, sedangkan isi adalah gagasan yang
diekspresiakan pengarang dalam tulisannya (Zeltom, 1984: 99). Menurut Jan Van
Luxemburg (1986: 38) struktur yang dimaksudkan, mengandung pengertian relasi
timbal balik antara bagian-bagiannya dan antara keseluruhannya.
Untuk mengetahui lebih fungsi metode
ini dalam sebuah karya sastra, dalam makalah ini penulis akan memaparkan lebih
lanjut tentang metode pendekatan struktural.
B. Rumusan Masalah
Sebelum kita membahas
terlebih dahulu tentang pendekatan struktural. Ada baiknya kita rumuskan pokok
permasalahannya, di antaranya :
1. Apa yang dimaksud dengan pendekatan struktural?
2. Tujuan metode pendekatan struktural?
3. Unsur-unsur apa saja yang termasuk ke dalam pendekatan
struktural?
C. Tujuan
Tujuan dalam membuat makalah ini diantaranya agar mengembangkan
wawasan kita termasuk penulis sendiri tentang pentingnyametode pendekatan struktural
ini dalam pembuatan karya sastra.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendekatan Struktural
Pendekatan
struktural merupakan pendekatan intrinsik, yakni membicarakan karya tersebut
pada unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Pendekatan tersebut
meneliti karya sastra sebagai karya yang otonom dan terlepas dari latar
belakang sosial, sejarah, biografi pengarang dan segala hal yang ada di luar
karya sastra (Satoto, 1993: 32). Pendekatan struktural mencoba menguraikan
keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya sastra sebagai kesatuan
struktural yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1984: 135).
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pendekatan struktural adalah suatu
pendekatan dalam ilmu sastra yang cara kerjanya menganalisis unsur-unsur
struktur yang membangun karya sastra dari dalam, serta mencari relevansi atau
keterkaitan unsur-unsur tersebut dalam rangka mencapai kebulatan makna.
Pendekatan
struktural juga merupakan pendekatan yang memandang dan memahami karya sastra
dari segi struktur itu sendiri. Pendekatan ini memahami karya sastra secara
close reading (membaca karya sastra secara tertutup tanpa melihat pengarangnya,
realitas, dan pembaca).
Kelemahan metode
strukturalisme adalah keyakinannya yang terlalu berlebihan terhadap otonomi
karya sastra. Akibatnya, terabaikanlah dua hal pokok yang penting
dipertimbangkan dalam rangka mencari dan menemukan makna karya sastra, yakni
kerangka sejarah dan kerangka sosial budaya yang mengitari karya sastra
tersebut. Secara lebih rinci kelemahan itu adalah:
a.
Strukturalisme murni belum
mengungkapkan teori sastra yang tepat dan lengkap.
b.
Menelaah karya sastra secara terpisah,
padahal karya sastra harus diteliti dan dipahami dalam rangka sistem sastra
dengan latar belakang sejarah.
c.
Terlalu meyakini bahwa karya sastra
mempunyai struktur yang objektif.
d.
Telaah strukturalisme yang hanya
menekankan otonomi karya sastra akan menghilangkan fungsi referensialnya,
sehingga karya sastra dimenaragadingkan dan kehilangan relevansi sosialnya.
Sedangkan keuntungan
metode strukturalis-me yang memegang teguh kelengkapan, keterjalinan struktur
dan otonomi karya sastra, serta metode telaah sastra yang disukai ini adalah
sebagai berikut:
a.
Penelaah atau apresiator tidak perlu
memiliki latar belakang budaya, sejarah, psikologi, sosiologi, filsafat dan
sebagainya yang cukup luas untuk membaca karya sastra.
b.
Pembaca dapat menggali struktur karya
sastra sedalam-dalamnya sampai pada keterjalinannya yang paling rumit
sekalipun.
c.
Pembeca dapat menelaah karya sastra
secara objektif karena hanya menelaah struktur karya sastra.
B. Tujuan Pendekatan Struktural
Pendekatan
struktural bertujuan membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetil,
dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya
sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1984).
C. Unsur-unsur Intrinsik Dalam Pendekatan Struktural
Struktur karya
sastra (fiksi) terdiri atas unsur unsur alur, tokoh, tema, latar dan amanat
sebagai unsur yang paling menunjang dan paling dominan dalam membangun karya
sastra (fiksi) (Sumardjo, 1991:54).
1)
Alur (plot)
Dalam sebuah karya
sastra (fiksi) berbagai peristiwa disajikan dalam urutan tertentu (Sudjiman,
1992: 19). Peristiwa yang diurutkan dalam menbangun cerita itu disebut dengan
alur (plot). Plot merupakan unsur fiksi yang paling penting karena kejelasan
plot merupakan kejelasan tentang keterkaitan antara peristiwa yang dikisahkan
secara linier dan kronologis akan mempermudah pemahaman kita terhadap cerita
yang ditampilkan. Atar Semi(1993: 43) mengatakan bahwa alur atau plot adalah
struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai interrelasi
fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dlam keseluruhan karya
fiksi.
Lebih lanjut Stanton
(dalam Nurgiyantoro, 2000: 113) mengemukakan bahwa alur atau plot adalah cerita
yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara
sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan peristiwa yang
lain. Dalam merumuskan jalan cerita, pembaca dapat membuat atau menafsirkan
alur cerita melalui rangkaiannya. Luxemburg memberikan kebebasan penuh dalam
menafsirkan atau membangun pemahaman dari jalannya cerita.
Alur bisa dilihat
sebagai konstruksi yang dibuat oleh pembaca mengenai sebuah deretan peristiwa
atau kejadian yang saling berkaitan secara logis dan kronologis, serta deretan
peristiwa itu diakibatkan dan dialami oleh para tokoh (1986: 112). Karena alur
berusaha menguraikan jalannya cerita mulai awal sampai akhir cerita.
Masih mengenai alur
(plot), secara estern Mursal (1990: 26) merumuskan bahwa alur bisa
bermacam-macam, seperti berikut ini:
Ø
Alur maju (konvensional Progresif )
adalah teknik pengaluran dimana jalan peristriwa dimulai dari melukiskan
keadaan hingga penyelesaian.
Ø
Alur mundur (Flash back, sorot balik,
regresif), adalah teknik pengaluran dan menetapkan peristiwa dimulai dari
penyelesaian kemudian ke titik puncak sampai melukiskan keeadaan.
Ø
Alur tarik balik (back tracking),
yaitu teknik pengaluran di mana jalan cerita peristiwanya tetap maju, hanya
pada tahap-tahap tertentu peristiwa ditarik ke belakang (1990: 26). Melalui
pengaluran tersebut diharapkan pembaca dapat mengetahui urutan-urutan atau
kronologis suatu kejadian dalam cerita, sehingga bisa dimengerti maksud cerita
secara tepat.
2)
Tokoh
Dalam pembicaraan
sebuah fiksi ada istilah tokoh, penokohan, dan perwatakan. Kehadiran tokoh
dalam cerita fiksi merupakan unsur yang sangat penting bahkan menentukan. Hal
ini karena tidak mungkin ada cerita tanpa kehadiran tokoh yang diceritakan dan
tanpa adanya gerak tokoh yang akhirnya menbentuk alur cerita. Rangkaian alur
cerita merupakan hubungan yang logis yang terkait oleh waktu. Pendefinisian istilah
tokoh, penokohan dan perwatakan banyak diberikan oleh para ahli, berikut ini
beberapa definisi tersebut:
Ø
Tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku
cerita (Nurgiyantoro, 2000: 165)
Penokohan adalah bagaimana pengarang menampilkana tokoh-tokoh dalam ceritanya dan bagaimana tokoh-tokoh tersebut, ini berarti ada dua hal penting, yang pertama berhubungan dengan teknik penyampaian.
Penokohan adalah bagaimana pengarang menampilkana tokoh-tokoh dalam ceritanya dan bagaimana tokoh-tokoh tersebut, ini berarti ada dua hal penting, yang pertama berhubungan dengan teknik penyampaian.
Ø
Tokoh berhubungan dengan watak atau
kepribadian tokot-tokoh tersebut (Suroto, 1989: 92-93). Watak, perwatakan, dan
karakter menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti ditafsirkan oleh
pembaca, lebih menunjuk pada kualitas peribadi seorang tokoh (Nurgiyantoro,
2000: 165). Penokohan atau karakter atau disebut juga perwatakan merupakan cara
penggambaran tentang tokoh melalui perilaku dan pencitraan. Panuti Sudjiman
mencerikan definisi penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra
tokoh (1992: 23).
Ø
Hasim dalam (Fanani, 1997: 5) bahwa
penokohan adalah cara pengarang untuk menampilkan watak para tokoh di dalam
sebuah cerita karena tanpa adanya tokoh, sebuah cerita tidak akan terbentuk.
Untuk mengenal watak
tokoh dan penciptaan citra tokoh terdapat beberapa cara, yaitu:
Ø
Melalui apa yang diperbuat oleh tokoh
dan tindakan-tindakannya, terutama sekali bagaimana ia bersikap dalam situasi
kritis.
Ø
Melalui ucapan-ucapan yang dilontarkan
tokoh.
Ø
Melalui penggambaran fisik tokoh.
Penggambaran bentuk tubuh, wajah dan cara berpakaian, dari sini dapat ditarik
sebuah pendiskripsian penulis tentang tokoh cerita.
Ø
Melalui jalan pikirannya, terutama
untuk mengetahui alasan-alasan tindakannya.
Ø
Melalui penerangan langsung dari
penulis tentyang watak tokoh ceritanya. Hal itu tentu berbeda dengan cara tidak
langsung yang mengungkap watak tokoh lewat perbuatan, ucapan, atau menurut
jalan pikirannya (Sumardja, 1997: 65-66).
Dilihat dari segi
peranan atau tingkat pentingnya tokoh, tokoh cerita dibedakan menjadi dua yaitu
tokoh utama (central character, main character)dan tokoh tambahan (pheripheral
character) (Nurgiyantoro, 2000: 176-178). Tokoh utama adalah tokoh yang
diutamakan penceritaannya. Tokoh ini tergolong penting. Karena ditampilkan
terus menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita. Karena tokoh
utama paling banyak ditampilkan ada selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain,
ia sangat menentukan perkembangan plot secara keseluruhan.
Tokoh tambahan
adalah tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita dan
itu bersifat gradasi, keutamaannya bertingkat maka perbedaan antara tokoh utama
dan tambahan tidak dapat dilakukan secara pasti. Karena tokoh berkepribaduian
dan berwatak, maka dia memiliki sifat-sifat karakteristik yang dapat dirumuskan
dalam tiga dimensi, yaitu ;
Ø
Dimensi fisiologis, adalag ciri-ciri
badan, misalnya usia (tingkat kedewasaan), jenis kelamin, keadaaan tubuh,
ciri-ciri muka, dan lain sebagainya.
Ø
Dimensi sosiologis, adalah ciri
kehidupan masyarakat, misalnya status sosial, pekerjaan, peranan dalan
masyarakat, tingkat pendidikan, dan sebagainya.
Ø
Dimensi psikologis, adalah latar
belakang kejiwaan, misalnya mentalitas, tingkat kecerdasan dan keahliannkhusus
dalam bidang tertentu (satoto, 1993: 44-45).
3)
Latar (setting)
Kehadiran latar
dalam sebuah cerita fiksi sangat penting. Karya fiksi sebagai sebuah dunia
dalam kemungkinan adalah dunia yang dilengkapi dengan tokoh penghuni dan segala
permasalahannya. Kehadiran tokoh ini mutlak memerlukan ruang dan waktu.
Latar atau setting
adalah sesuiatu yang menggambarkan situasi atau keadaan dalam penceriteraan.
Panuti Sudjiman mengatakan bahawa latar adalah segala keterangan, petunjut,
pengacuan yang berkaiatan dengan waktu, ruang dan suasana (1992:46). Sumardjo
dan Saini K.M. (1997: 76) mendefinisikan latar bukan bukan hanya menunjuk
tempat, atau waktu tertentu, tetapi juga hal-hal yang hakiki dari suatu wilayah,
sampai pada pemikiran rakyatnya, kegiatannya dan lain sebagianya.Latar atau
setting tidak hanya menyaran pada tempat, hubungan waktu maupun juga menyaran
pada lingkungan sosial yang berwujud tatacara, adat istiadat dan nilai-nilai
yang berlaku di tempat yang bersangkutan.
a.
Latar tempat
Latar tempat
menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya
fiksi. Latar tempat berupa tempat-tempat yang dapat dijumpai dalam dunia nyata
ataupun tempat-tempat tertentu yang tidak disebut dengan jelas tetapi pembaca
harus memperkirakan sendiri. Latar tempat tanpa nama biasanya hanya berupa
penyebutan jenis dan sifat umum tempat-tempat tertentu misalnya desa, sungai,
jalan dan sebagainya. Dalam karya fiksi latar tempat bisa meliputi berbagai lokasi.
b.
Latar waktu
Latar waktu menyaran
pada kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya
fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual,
waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan sejarah. Pengetahuan dan
persepsi pembaca terhadap sejarah itu sangat diperlukan agar pembaca dapat
masuk dalam suasana cerita.
c.
Latar sosial
Latar sosial
menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial
masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalan karya fiksi. Perilaku itu
dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, pandangan hidup, pola
pikir dan bersikap. Penandaan latar sosial dapat dilihat dari penggunaan bahasa
daerah dan penamaan terhadap diri tokoh.
4)
Tema dan Amanat
Secara etimologis
kata tema berasal dari istilah meaning, yang berhubungan arti, yaitu sesuatu
yang lugas, khusus, dan objektif. Sedangkan amanat berasal dari kata
significance, yang berurusan dengan makna, yaitu sesuatu yang kias, umun dan
subjektif, sehingga harus dilakukan penafsiran. Melalui penafsiran itulah yang
memungkinkan adanya perbedaan pendapat (Juhl dalam Teeuw, 1984: 27). Baik
pengertian tentang “arti” maupun “makna” keduanya memiliki fungsi yang sama
sebagai penyampai gagasan atau ide kepengarangan.
Lebih jauh Sudjiman
memberikan pengertian bahwa tema merupakan gagasan, ide atau pikiran utama yang
mendasari suatu karya sastra (1992:52). Mengenai adanya amanat dalam karya
sastra bisa dilihat dari beberapa hal, seperti berikut ini:
“dari sebuah karya sastra adakalanya dapat diangkat suatu ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan pengarang, itulah yang disebut amanat. Jika permasalahan yang diajukan juga diberi jalan keluarnya oleh pengarang, maka jalan keluarnya itulah yang disebut amanat. Amanat yang terdapat pada sebuah karya sastra, bisa secara implisit (tersirat) ataupun secara eksplisit(terang-terangan). Implisit jika jalan keluar atau ajaran moral diisyaratkan dalam tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir. Eksplisit jika pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan seruan, saran, peringatan, nasehat, dan sebagainya. (Sudjiman, 1992: 57-58).
“dari sebuah karya sastra adakalanya dapat diangkat suatu ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan pengarang, itulah yang disebut amanat. Jika permasalahan yang diajukan juga diberi jalan keluarnya oleh pengarang, maka jalan keluarnya itulah yang disebut amanat. Amanat yang terdapat pada sebuah karya sastra, bisa secara implisit (tersirat) ataupun secara eksplisit(terang-terangan). Implisit jika jalan keluar atau ajaran moral diisyaratkan dalam tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir. Eksplisit jika pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan seruan, saran, peringatan, nasehat, dan sebagainya. (Sudjiman, 1992: 57-58).
D.
Karakteristik Telaah Karya Sastra Berdasarkan Pendekatan Struktural
Berdasarkan hakikat
dan prinsip dasar pende-katan struktural sebagaimana yang diuraikan terda-hulu,
dapat dirumuskan bahwa karakteristik pende-katan struktural dalam menelaah atau
mengapresiasi karya sastra adalah sebagai berikut.
1.
Asumsi pendekatan struktural adalah
bahwa karya sastra baik prosa fiksi maupun puisi atau karya drama dipkitang
bersifat otonom.
2.
Bentuk telaah sederhana karena yang
ditelaah hanya struktur intrinsik semata;
3.
Unsur yang ditelaah hanya terbatas
pada unsur intrinsik serta keterkaitan antara satu unsur dengan unsur lainnya;
4.
Proses telaah dari struktur bagian ke
struktur keseluruhan;
5.
Teknik telaah analitik, yaitu memberi
makna tiap bagian struktur intrinsik kemudian baru kepada makna totalitas;
6.
Dasar pertimbangan dalam penentuan
makna semata-mata dari unsur intrinsik
7.
Pangkal tolak telaah linear, dari
bagian ke konsep totalitas secara otonom; dan
8.
Esensi sastra terlepas dari konteks kesemestaan.
E.
Pola Pembelajaran Apresiasi Sastra
Berdasarkan Pendekatan Struktural
Pola pembelajaran
apresiasi sastra, baik apre-siasi puisi maupun prosa fiksi berdasarkan
pendekatan struktural menenkankan pada pola penggunaan ana-lisis. Pembelajaran
dimulai dari proses pengenalan unsur karya sastra yang akan dianalisis,
kemudian baru melakukan kegiatan analisis. Pada tahap analisis ini
kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah meng-identifikasi unsur karya sastra
yang dianalisis, meng-klasifikasikannya, dan setelah itu baru menyimpul-kannya.
Untuk lebioh jelasnya tahap-tahap pelak-sanaan pembelajaran apresiasi sastra
berda-sarkan pendekatan struktural berpola tersebut dapat digam-barkan sebagai
berikut.
Pengenalan informasi tentang
struktur intrinsik karya sastra
|
Pemahaman/ menganalisis informasi struktur untuk pembentukan konsep
|
Rangkuman dan penyimpulan hasil analisis untuk memperoleh gambaran makna
|
Dari gambar di atas,
terlihat pola pembelajar-an yang dilaklukan pendidik yang menganut paham
struktural. Pada tahap pertama, pendidik memper-kenalkan terlebih dahulu kepada
peserta didiknya tentang unsur-unsur karya sastra yang akan diapresia-sinya.
Hal ini dapat dilakukan dengan metode cera-mah, diskusi kelompok, tanya jawab
dan lain-lain. Setelah berlangsung proses diskusi dan tanya jawab barulah
pendidik masuk pada tahap kedua. Pada tahap kedua ini pendidik memberikan
sebuah karya sastra yang akan diapresiasi peserta didik, sesuai dengan unsur
intrinsik yang diperkenalkan pada tahap satu. Terakhir (pada tahap ketiga)
pendidik bersama-sama peserta didik menyimpulkan hasil analisisnya untuk
memperoleh gambaran umum makna tentang karya sastra yang dianalisis
tersebut.
Dengan berpedoman
pada pola pembelajaran yang demikian, di satu pihak pembelajaran yang se-perti
itu menguntungkan karena peserta didik dapat berpikir secara kritis, analitis,
dan berpola, tetapi di pihak lain bentuk pembelajaran yang demikian tidak
mengakrabkan peserta didik dengan karya sastra. Hal ini disebabkan karena:
a.
Pembelajaran terlalu ana-lisis,
b.
Pembelajaran yang demikian
mengabaikan aspek individu peserta didik sebagai manusia pemberi makna
karya sastra,
c.
Pembelajaran dimulai dengan
pengetahuan hafalan.
d.
Dalam melakukan kegiat-an analisis
tidak melibatkan variabel-variabel ekstrin-sik karya sastra.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan
makalah ini maka dapat disimpulkan bahwa pengertian dari pendekatan struktural
adalah pendekatan intrinsik, yakni membicarakan karya tersebut pada
unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Pendekatan tersebut
meneliti karya sastra sebagai karya yang otonom dan terlepas dari latar
belakang sosial, sejarah, biografi pengarang dan segala hal yang ada di luar
karya sastra(Satoto, 1993: 32).
Tujuan dari
pendekatan struktural dalam karya satra yaitu membongkar dan memaparkan
secermat, seteliti, semendetil, dan semendalam mungkin keterkaitan dan
keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan
makna menyeluruh (Teeuw, 1984).
Unsur-unsur
Intrinsik dalam pendekatan struktural ada 4 yaitu : alur (plot), tema dan
amanat, latar (tempat, waktu, dan sosial), dan tokoh.
DAFTAR PUSTAKA
Esten, Mursal.
1990. Kesusastraan: Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: Angkasa.
Hardjana,
Andre. 1991. Kritik Sastra Indonesia. Bandung: Angkasa.
Sudjiman,
Panuti. 1996. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
Sumardjo, Jakop
dan Saini K.M. 1997. Apresiasi Kesusasteraan. Jakarta: Gramedia.
Teeuw, A. 1988.
Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Gramedia.
Darma, Budi.
2004. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional.
Langganan:
Postingan (Atom)
Mahasiswa PBSID STKIP BBG Mengikuti RAKERNAS HIMABSII ke 5 di Bali
Mahasiswa PBSID STKIP BBG Mengikuti RAKERNAS HIMABSII ke 5 di Bali ...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam penelitian karya sastra, analisis atau pendekatan obyektif terhadap unsur-unsur...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam penelitian karya sastra, analisis atau pendekatan obyektif terhadap unsur-unsur...