Judul
Buku : Bahasa Indonesia Bahasa Kita
Pengarang :
Ajip Rosidi
Penerbit : Pustaka Jaya
Tahun
Terbit : 2010 (cetakan keempat)
Tempat
Terbit : Jakarta
Tebal
Buku : 188
halaman
Bahasa Indonesia Bahasa Kita
Suara yang menyatakan kecemasannya
terhadap masa depan bahasa Indonesia kian banyak terdengar. Orang mengeluh
tentang kemampuan para pelajar dan mahasiswa, bahkan para guru dan para sarjana
berbahasa Indonesia yang kian rendah. Orang mengelauh tentang kian banyaknya
akronim, sehingga kalimat-kalimat yang dibaca hampir tidak dapat dipahami.
Orang mengeluh tentang bahasa Indonesia yang awalnya demokratis menjadi kian
feodalistis. Orang mengeluh tentang pengaruh bahasa Betawi melalui televisi,
radio, flm, dan lain-lain media massa mengalakan kompanye berbahasa dengan
“baik dan benar”.
Kekurangmampuan itu tidak bisa
dibatasi hanya dengan kompanye dengan seruan menggunakan bahasa Indonesia
dengan “baik dan benar” sajaa. Hal itu merupakan akibat dari pengajaran bahasa
selama ini yang tidak mencapai sasaran, baik di rumah maupun di sekolah, begitu
juga dalam kehidupan bermasyarakat.
Buku bahasa Indonesia bahasa kita merupakan hasil
penulisan Ajip Rosidi. Buku ini membahas tentang kecemasan bangsa Indonesia
terhadap penggunaan bahasa Indonesia, baik di rumah, sekolah, maupun di lingkungan
masyarakat. Hal ini terlihat dari pembahasan pertama dalam buku ini mengenai
penerapan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah lebih
menitikberatkan pada pengatahuan tentang bahasa, dan kurang dititikberatkan
pada kemampuan berbahasa. Masih banyak masalah lain yang berkaitan dengan hal
itu. Para penyusun buku pelajaran bahasa Indonesia yang sering tidak terlepas
dari kerancuan, kekacauan, dan kerenjulan dalam menggunakan bahasa indonesia
itu sendiri. Untuk itu perlu ada penelitian yang cermat dan objektif terhadap
buku-buku yang akan diterbitkan sebagai buku pelajaran di sekolah.
Pembahasan kedua mengenai peran M. Yamin (1902-1962)
dan A. Tabrani yang menjadi Ketua Panitia Kongres Pemuda Pertama yang
menetapkan bahasa melayu sebagai bahasa persatuan, dari sekian banyak bahasa
daerah yang ada di Indonesia. Pada tahun 1974 pemuda Indonesia menyelengarakan
Pra-seminar Politik Bahasa Nasional yang kemudian diikuti dengan Seminar
Politik Bahasa Nasional pada tahun berikutnya. Dasar-dasar politik bahasa
meliputi Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah dan Bhasa Asing.
Perkembangan bahasa Indonesia yang pada awalnya sangat
mengagumkan, seakan-akan kehilangan arah, karena tidak mempunyai pemikir yang
piawai. Yang banyak dikerjakan adalah pembuatan kata-kata singkatan yang kian
lama kian semaunya. Pra-Seminar (1974) dan Seminar Politik Bahasa
Nasional(1975), telah telah merumuskan berbagai kebijaksanaan yang harus
dilaksanakan, tetapi setelah lewat seperempat abat, hanya sebagian kecil saja
yang sudah dikerjakan. Hal itu disebabkan karena sebagian dari rencana kerja
berada di luar wewenang Pusat Bahasa.
Bahasa Indonesia yang dipilih sebagai bahasa persatuan
oleh para Bapak Pendiri Bangsa kita pada waktu Sumpah Pemuda 1928, berasal dari
Bahasa Melayu. Bahasa Indonesia bagi kebanyakan kita bukanlah sebagai bahasa
ibu, karena itu harus kita pelajari di sekolah atau tempat lain. Patutlah
Pemerintah bersunggu-sunggu dalam mengajarkan bahasa indonesia untuk masa depan
bangsa indonesia.
Menjelang tahun 1960-an, tumbuh kesadaran sekelompok
ahli bahasa bahwa pemakaian bahasa Indonesia dalam masyarakat sangat kacau,
maka timbullah gagasan untuk memperbaharui ejaan sebagai usaha pembakuan
bahasa. Hal itu terlihat dari pemakai bahasa Indonesia dalam masyarakat kian
semeraut. Belakangan nampak gejala bahwa bangsa kita, terutama kaum elit yang
sering berbicara melalui televisi atau radi, menganggap bahasa Indonesia tidak
cukup terhormat (atau lebih tepat: tidak cukup gengsi) untuk menyampaikan
pikiran dan perasaannya, bahkan mereka lebih senang menggunakan bahasa inggeris
dan bahasa beland, terlihat dari penyampaian pengatar perkuliahan dibeberapa kampus
di Indonesia menggunakan bahasa belanda pada tahun 1950.
Kesemerautan berbahasa dalam masyarakat itu disebabkan
karena pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah dan diluarnya tidak
cukup baik. Pada segi yang lain didorong oleh dibiarkannya keleluasaan
penggunaan bahasa gaul dan bahasa seenaknya disiarkan melalui televisi yang
sekarang telah masuk ke pelosok-pelosok yang paling terpencil, selanjudnya buku
ini juga membahas tentang nasionalisme masyarakat Indonesia terhadap
kelestarian bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan yang harus terus
dijunjung tinggi sebagai paradikma bangsa Indonesia.
Bahasa Indonesia tidak begitu saja menjadi bahasa
nasional atau bahasa negara untuk itu kita harus melestarikan dan mewariskan
kepada setiap anak bangsa, sehingga bahasa Indonesia tetap terawat dan terjaga
dari bahasa-bahasa lain yang ada di dunia. Ketika dalam Sumpah Pemuda 20
Oktober 1928 para pemuda wakil dari berbagai daerah mengakui bahasa Melayu
sebagai bahasa Indonesia dan sebagai bahasa persatuan yang akan dijunjung
tinggi, meskipun pemerintah Hindia
Belanda tidak mau mengakuinya.
Penggunaan
Bahasa dalam buku ini sudah sesuai dengan cara penulisan yang baik, tetapi ada
beberapa kata yang memang susah dan sulit dipahami oleh kami yang baru ada didalam
dunia pendidikan di jenjang Universitas. Buku ini sangat bagus untuk mewarisi
budaya khususnya dibidang bahasa Indonesia. Cover buku ini juga sangat bagus
yang memberi nuansa keistimewaan. Buku bahasa Indonesia cetakan keempat ini menjadi referinsi yang
baik untuk siswa, mahasiswa dan yang lain. Buku ini menjelaskan tentang
perjalanan dan penetapan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dan bahasa
persatuan. Akan tetapi terdapat sedikit kesenjangan dalam buku ini mengenai beberapa kata yang sulit dimengerti,
istilah istilah lama yang mungkin sulit dimengerti oleh kalangan pelajar, serta buku
ini sangat sedikit penjualannya sehingga susa untuk didapatpedehal buku ini
merupakan hasil tulisan dari seorang yang memiliki pandangan yang luas tentang
bangsa indonesia khususnya tentang bahasa Indonesia.